Analogi PDIP-PKS bak Minyak dan Air, Bisa Jadi Oposisi tapi Nihil Bisa Bersatu

3 Maret 2024, 16:19 WIB
Sekretaris Jenderal DPP PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi dan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto. /PKS/

BERITA SLEMAN - Wacana sejumlah parpol akan menjadi oposisi terhadap pemerintahan selanjutnya makin kuat. Meski begitu, peta perpolitikan menunjukkan tidak semudah itu koalisi bisa dibentuk, terutama dari partai yang punya ideologi berbeda.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Arya Budi mengatakan bahwa PDIP dan PKS berpeluang menjadi oposisi terhadap pemerintahan 2024-2029. Meski begitu, kemungkinan kecil mereka bisa bersatu.

"Iya, kalau mereka di luar pemerintahan itu sangat mungkin. Nah, pertanyaannya adalah di luar pemerintahan, bersatu di luar pemerintahan, itu yang kecil kemungkinannya," kata Arya dikutip dari Antara, Sabtu, 2 Maret 2024.

Baca Juga: Satpol PP Bisa Jadi ASN atau Pegawai PPPK, Mendagri Tito: Kesempatan Ini Sangat Terbuka

Ia melihat PDIP dan PKS justru memiliki logika berjalan masing-masing demi terwujudnya checks and balances untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.

Dengan adanya mekanisme checks and balances ini masing-masing lembaga negara dapat mengawasi dan mengimbangi kekuasaan lembaga lainnya.

Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi dan konstitusi UUD 1945 demi terciptanya penyelenggaraan negara yang akuntabel dan jauh dari kesewenang-wenangan.

Arya pun menganalogikan PDIP dan PKS bagaikan minyak dan air yang tidak bisa bersatu.

"Karena, secara jarak ideologi mereka terlalu jauh, itu bagaikan minyak dan air. Itu akan repot, ribet," tuturnya.

Oleh karena itu, menurutnya, hal yang paling mungkin bagi kedua partai ini berada di luar pemerintahan dengan berjalan sendiri-sendiri.

Kondisi ini juga dapat mengambil ceruk suara pemilih yang tidak memilih pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

"Yang paling mungkin adalah dua partai ini di luar pemerintahan, tapi mereka berjalan sendiri-sendiri, tentu mereka akan tetap mengkritisi pemerintah dan mengambil ceruk untuk pemilih-pemilih yang tidak mendukung Prabowo-Gibran," kata Arya.

Selain itu, dia menjelaskan bersatunya dua partai ini sebagai oposisi memiliki persentase kecil. Sebab, butuh motivasi yang besar untuk berada di luar pemerintahan, seperti kesamaan ideologi hingga platform politik.

"Hal ini berbanding terbalik apabila PDI Perjuangan dan PKS berada di dalam pemerintahan. Mereka dapat dengan mudah bersatu, walaupun memiliki jarak ideologi yang besar," katanya.

Ia menyebutkan bersatunya dua partai itu didorong oleh adanya platform politik berupa kementerian. Di mana masing-masing partai merasa menjadi bagian dari proses pengambilan kebijakan publik.

"PDI Perjuangan dan PKS itu sangat berjarak secara ideologi dan standing point politiknya," katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Tags

Terkini

Terpopuler