Mengenang Kelahiran Penyair Chairil Anwar, 26 Juli Ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional

- 26 Juli 2022, 11:15 WIB
Puisi Chairil Anwar, Penyair Dengan Julukan Si Binatang Jalang Pelopor Angkatan 45
Puisi Chairil Anwar, Penyair Dengan Julukan Si Binatang Jalang Pelopor Angkatan 45 /Tangkapan layar Instagram/ @chairilisme/

BERITA SLEMAN - Hari Puisi Nasional ditetapkan pada tanggal 26 Juli.

Hari ini bertepatan dengan lahirnya 'Si Binatang Jalang', Charil Anwar. 

Chairil Anwar mendapat julukan 'Si Binatang Jalang' karena kalimat yang terdapat dalam karyanya berjudul 'Aku', "Aku ini binatang jalang dari kumpulannya yang terbuang".

Karya-karya Chairil Anwar bertemakan pergolakan dan pemberontakan serta cenderung menggunakan bahasa-bahasa yang cukup keras.

Dilansir Berita Sleman dari Pikiran-Rakyat.com dengan judul "Hari Puisi Nasional 26 Juli 2022: Mengenang 100 Tahun Kelahiran Penyair Chairil Anwar"

Kelahirannya maupun kematiannya dijadikan Hari Puisi dan Hari Sastra di Indonesia.

Mungkin tidak ada penyair di dunia yang lahir dan kematiannya dijadikan perayaan hari nasional, kecuali hanya Chairil Anwar.

Puisi Chairil dibacakan, dilombakan setiap perayaan 17 Agustus, dibuat mural bahkan banyak dijadikan kutipan.

Di masa hidupnya, Chairil hidup keluyuran, tak memiliki rumah tetap berteduh dan tentu saja cara hidup tersebut acapkali mengganggu kesehatannya.

Baca Juga: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental, Cek Beberapa Cirinya di Bawah Ini!

Ditambah lagi ia hidup dengan latar perang dunia ke-2, dan di saat Indonesia sedang menuju fase kemerdekaan.

Namun Chairil yang juga keponakan dari Eks. Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Syahrir itu selalu penuh semangat menghidupkan puisi di Indonesia.

Dari penanya, masyarakat Indonesia mengenal puisi-puisi dengan bahasa yang lugas, berani, dan kapasitas bahasa Indonesia menjadi lebih berbobot seperti pada puisi Chairil Anwar di bawah ini, yang bertitimangsa 27 April 1943.

Rumahku

Rumahku dari unggun – timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Di pagi terbang entah kemana
Rumahku dari unggun – timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu.

Baca Juga: Jangan Takut Berjemur! 4 Efek Negatif Ini Akan Kamu Rasakan Jika Jarang Terkena Sinar Matahari Pagi

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu.

H.B Jassin, kawan karib sekaligus kritikus abadinya Chairil, telah membuka jalan bagi puisi yang ditulis Chairil Anwar agar bisa dikenal sedemikian rupa sampai saat ini.

Pada buku Chairil Anwar 'Pelopor Angkatan 45', karangan H.B Jassin, Jassin dengan tegas dan serius mengatakan jika Chairil adalah pelopor bagi perkembangan perpuisian Indonesia modern.

Diketahui Chairil hanya menulis 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan, terhitung dari ia mulai meniti kariernya sebagai pengarang puisi sekitar tahun 1942.

Dengan waktu yang singkat hanya 6,5 tahun Chairil menulis, tapi mampu merubah bentuk puisi Indonesia yang dulu masih didominasi syair, pantun, soneta dan kekuatan dominasi bahasa yang dinisiasi Majalah Poejangga Baroe, pimpinan Sutan Takdir Alisyabana.

Chairil memang telah wafat 100 tahun lalu dan setiap pada 26 Juli, masyarakat Indonesia kembali diingatkan jika puisi bisa merekatkan bangsa dan membuat sebuah negara bisa lebih beradab untuk menghargai bahasa dan puisi yang ditulis seorang penyair layaknya ‘Si Binatang Jalang’ yang mau hidup seribu tahun lagi itu.***(Rendy Jean Satria/pikiran-rakyat.com)

Editor: Nidaul Fauziah

Sumber: PUSTAKA.CO.ID


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah